Tepat dua hari berlalu ketika kamu mengucapkan komitmen masa depan yang tak kusangka. Berulang kali kamu mengajakku meyakinkan diri, melewati fase demi fase yang kamu tetapkan untuk memantapkan keputusan.
Minggu itu kamu antarkan hatimu yang sudah lama disimpan untukku. Saat kamu tiba didepan rumah, aku tidak mengira malam ini adalah malam bersejarah dalam hidupku. Kulangkahkan kaki sambil tersenyum lalu duduk disampingmu, berceloteh seperti bocah yang begitu antusias bertemu dengan temannya untuk menghabiskan waktu ditempat yang dituju. Dalam perjalanan tidak ada tanda-tanda sebuah hal besar akan terjadi, mungkin karena aku yang tak pandai membaca situasi. Tiba di parkiran, kita berjalan sedikit untuk mencapai resto di sisi bukit dengan pemandangan lembah hijau. Situasi senja menambah syahdu kehangatan pertemuan kita, angin yang berhembus semilir membuatku dipeluk oleh jaket kulitmu, suara musik dari cafe seberang semakin menghidupkan cerita-cerita masa sekolahku. Sepanjang aku bercerita, kamu berulang kali memfokuskan diri untuk menatapku. Aku yang khawatir salah tingkah berusaha menyibak pandangan itu dan mengabaikannya supaya tidak saling canggung. Ketika kabut & hari makin gelap akhirnya kita memutuskan untuk kembali pulang.
Diperjalanan singgah ke sebuah coffe shop, namun hanya untuk melanjutkan perbincangan. Sisa 15 menit saja, tempat itu akan tutup. Bahkan kita tidak memesan apapun, dan hanya duduk di serambi luar untuk bercakap. Tutur serius dari seorang pria yang ku hormati sebagai kakak, guru, kawan yang sesekali mirip dengan bapakku. Pria disampingku mengajakku berkomitmen tentang masa depan. Hal yang didambakan oleh kebanyakan wanita diusiaku. Berulang kali kamu mengajakku meyakinkan diri, melewati fase demi fase yang kamu tetapkan untuk memantapkan keputusan.
Diwaktu yang singkat itu juga, aku memutuskan untuk menerimanya. Bukan sekedar untuk mencari pendamping hanya karena status penilaian orang-orang. Tetapi ada hal lain sayang. Sejujurnya aku sudah mengagumimu hampir setahun lalu. Saat kamu bercerita tentang wanitamu. Itulah saat aku menjadi pencemburu, ada hasrat untuk memiliki seorang pria sepertimu dimana aku akan merasa aman diperjuangkan dalam situasi yang tidak mampu aku kendalikan. Ceritamu diatas langit medan menuju jakarta itu masih tengingat jelas dan membuatku iri terhadap wanita itu. Sungguh perasaan aneh yang kualami karena tak pernah sedikitpun aku iri dengan apa yang didapatkan orang lain. aku selalu berpuas diri dan menyusukuri apa yang kumiliki. tetapi kala itu aku sendiri tak habis pikir dengan diri ini. Selain itu, kali pertama hatiku tertegun melihat sosokmu yang lemah lembut membantu seorang wanita paruh baya yang pindah disamping kita. Iya, aku jatuh cinta dan selama ini aku sembunyikan rapat-rapat jauh dalam lubuk hati.