Sunday 22 October 2017

Cost Leadership

Strategi adalah penentuan tujuan dan sasaran jangka panjang perusahaan,diterapkannya aksi dan alokasi sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang telah di terapkan. Setiap perusahaan memiliki stategi yang berbeda dalam menjalankan masing-masing usahanya. Michael Porter (1980) menyatkan bahwa walaupun suatu perusahaan memiliki banyak kekuatan dan kelemahan dalam berhadapan dengan para pesaing. Terdapat dua jenis dasar keunggulan kompetitif yang dapat dimiliki oleh suatu perusahaan yaitu biaya rendah dan deferensiasi yang sangat ditentukan oleh struktur industry. Porter kemudian menyarankan tiga strategi yang harus di pertimbangkan oleh perusahaan yaitu strategi keunggulan biaya (overall cost leadership), diferensiasi (differentiation), dan fokus (focus) yang disebutnya sebagai strategi generik (generic strategies). (Hay. Soraya, 2014).


Definisi Cost Leadership
David Hunger dan Thomas Wheelen (2003:245), menyatakan bahwa strategi keunggulan biaya dengan biaya rendah (low cost) adalah kemampuan perusahaan atau sebuah unit bisnis untuk merancang, membuat, dan memasarkan sebuah produk sebanding dengan cara yang lebih efisien daripada pesaingnya. Biaya Rendah (overal cost leadership) adalah usaha perusahaan untuk menjadikan dirinya dengan tingkat efisiensi paling tinggi dan memiliki tingkat biaya paling rendah.
Porter’s Competitive Strategies - Cost Leadership:
                     Low-cost competitive strategy
                     Aimed at broad mass market
                     Aggressive construction of efficient-scale facilities
                     Cost reductions
                     Cost minimization

Strategi Cost leadership menekankan pada upaya memproduksi produk standar (sama dalam segala aspek) dengan biaya per unit yang sangat rendah. Produk ini biasanya ditujukan kepada konsumen yang relatif mudah terpengaruh oleh pergeseran harga atau menggunakan harga sebagai faktor penentu keputusan. Dari sisi perilaku pelanggan, strategi jenis ini amat sesuai dengan kebutuhan pelanggan yang termasuk dalam kategori perilaku low-involvement, ketika konsumen tidak (terlalu) peduli terhadap perbedaan merek, (relatif) tidak membutuhkan pembedaan produk, atau jika terdapat sejumlah besar konsumen memiliki kekuatan tawar-menawar yang signifikan.
Untuk dapat menjalankan strategi biaya rendah, sebuah perusahaan harus mampu memenuhi syarat di dua bidang, yaitu sumber daya dan organisasi. Strategi ini hanya mungkin dijalankan jika dimiliki beberapa keunggulan di bidang sumber daya perusahaan, seperti kuat akan modal, terampil pada rekayasa proses, pengawasan yang ketat, mudah diproduksi, serta biaya distribusi dan promosi rendah. Sedangkan dari bidang Organisasi, perusahaan harus memiliki kemampuan mengendalikan biaya dengan ketat, informasi pengendalian yang baik dan insentif berdasarkan target. Berusaha untuk menjadi produsen berbiaya rendah dalam industri bisa sangat efektif ketika pasar dibangun dari banyak pembeli yang peka terhadap harga, ketika ada sejumlah cara untuk mencapai diferensiasi produk, ketika para pembeli tidak terlalu memusingkan perbedaan dari merek yang satu ke merek yang lain, atau ketika terdapat sejumlah besar pembeli dengan daya tawar yang signifikan.

Manajemen Biaya dalam Cost Leadership
Kepemimpinan biaya dapat dicapai melalui suatu kombinasi berdasarkan pengalaman dan skala efisiensi. Lebih khusus kepemimpinan biaya memerlukan perhatian pada metode-metode produksi, biaya overhead, pelanggan marginal dan meminimalisasi seluruh biaya seperti; biaya iklan, riset dan pengembangan (R&D) dan sebagainya.
Pengendalian atas biaya dan upaya meminimalisasi biaya dalam segala aspek juga perlu diperhatikan. Dalam hal ini konsep manajemen biaya strategis menyatakan bahwa strategi yang berbeda memerlukan perspektif biaya yang berbeda atau strategi yang berbeda memerlukan sistem manajemen biaya dan pengendalian yang berbeda(Supriyono, 1999).


Keunggulan Strategi Cost Leadership
Menurut Jatmiko (2004), strategi biaya rendah berdasarkan kualitas tertentu melaksanakan strategi biaya rendah, melalui peningkatan efisiensi dan pemanfaatan situasi eksternal. Ada 3 nilai manfaat yang dihasilkan:
  • Benefit parity, dimana perusahaan menghasilkan produk yang menghasilkan manfaat atau kualitas yang sama, tetapi dengan biaya rendah, karena perusahaan mencapai skala ekonomis.
  • Benefit proximity, dimana perusahaan menghasilkan manfaat/kualitas yang sedikit lebih rendah, tetapi dengan biaya yang lebih murah, karena mempergunakan otomatisasi atau tenaga kerja yang lebih murah, dan bahan baku lebih murah.
  • Menghasilkan produk yang kualitasnya berbeda atau lebih rendah dibandingkan dengan produk pesaingnya tetapi dengan biaya yang lebih murah.

Perusahaan yang mampu membuat produk dengan biaya yang lebih rendah dan menjualnya dengan harga yang dapat memberikan laba yang lebih besar dibandingkan pesaing, maka perusahaan berada dalam posisi yang lebih baik, yaitu :
  •  Memungkinkan perusahaan bertahan dalam situasi persaingan perang harga dan menghalangi pesaing dengan biaya yang lebih tinggi melakukan perang harga (untuk bertahan dari perang harga, menyerang dari sudut harga, menikmati laba yang tinggi).
  •  Laba yang lebih tinggi dapat di investasikan untuk memperbaiki kualitas dan efisiensi. Kemungkinan menghasilkan skala ekonomi, tetapi banyak perusahaan tidak memanfaatkannya (karena keterbatasan modal, informasi dan lainlain).
  •  Kenaikan bahan baku dari supplier dapat diredam oleh keunggulan dalam biaya.

Keunggulan/kepemimpinan biaya (cost leadership) menekankan pemroduksian produk-produk yang distandardisasi dengan biaya per unit yang sangat rendah untuk para konsumen yang peka terhadap harga. Terdapat dua strategi alternatif kepemimpinan biaya, yaitu:
  • Strategi biaya rendah (low-cost) yang menawarkan produk atau jasa kepada konsumen pada harga terendah yang tersedia di pasar.
  • Strategi nilai terbaik (best-value) yang menawarkan produk atau jasa kepada konsumen pada nilai harga terbaik yang tersedia di pasar.


Menurut Zainul Arifin (2010), ada beberapa alasan mengapa strategi cost leadership memberikan daya tarik perusahaan :
  • Dapat memberikan kemampuan terhadap perusahaan untuk memperoleh pengembalian diatas rata-rata sekalipun menghadapi kekuatan persaingan.
  • Dapat mempertahankan perusahaan terhadap persaingan dari para pesaing, karena sangat sulit bagi para pesaing untuk bersaing berdasarkan harga.
  • Perushaan dapat mempertahankan terhadap pembeli-pembeli yang kuat, karena para pembeli hanya dapat mengerahkan tekanan untuk menurunkan harga atas tingkat harga yang dutetapkan pesaing yang paling efisien.
  • Perusahaan dapat mempertahankan dalam melawan kekuatan pemasok dengan memberikan kemudahan dalam kesepakatan untuk mengurangi biaya masuk
  • Kontribusi atau sumbangsih faktor-faktor biaya rendah dapat menjadi kendala atau hambatan besar untuk masuk dalam persaingan bagi perusahaan pendatang baru.
  • Dapat menempatkan perusahaan dalam suatu posisi yang menguntungkan untuk menghindari ataupun menangkis produk pengganti dari para pesaing.


Salah satu langkah dalam pencapaian Cost Leadership yaitu dengan melakukan pendekatan skala ekonomis dalam produksi. Menurut Pearson dan Wisner (1993), economies of scale dapat dibagi menjadi dua yaitu volume economies of scale dan learning economies of scale. Volume economies of scale adalah penurunan biaya per unit yang diperoleh dari peningkatan kapasitas produksi. Learning economies of scale menyangkut penurunan biaya per unit yang didapat dari transformasi yang dialami perusahaan seperti peningkatan kemampuan karyawan, proses produksi, dan perencanaan yang terakumulasikan sejalan dengan waktu. Learning economies of scale ini berhubungan dengan konsep learning curve yang menyatakan adanya penurunan biaya per unit apabila sebuah proses dilakukan berulang kali.
Strategi biaya rendah merupakan skala ekonomi atau economic of scale yaitu tujuan untuk mencapai ukuran minimum efisiensi antara hubungan inputoutput, dan high quality products.


Contoh Perusahaan yang Menerapkan Strategi Kepemimpinan Biaya

Air Asia merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di industri penerbangan yang telah menerapkan strategi penerapan harga murah (low cost carier / LCC) dibandingkan dengan kompetitornya. Strategi ini dipilih karena sesuai dengan target market yang dipilih oleh Air Asia yaitu konsumen penerbangan yang sangat aware terhadap harga dan hanya membutuhkan maanfat utama dari produk dan pelayanan industri penerbangan yaitu transportasi yang memindahkan konsumen dari satu tempat ke tempat lain. 

Masuknya Air Asia ke segmen market ini didasari oleh pertimbangan bahwa masih banyaknya penduduk Asia khususnya Asia Tenggara yang membutuhkan transpotasi yang cepat melalui udara baik antar negara maupun antar daerah tetapi terkendala oleh besarnya biaya penerbangan yang saat itu ada. Potensi segmen ini bertambah semakin besar seiring dengan terjadinya switching konsumen penerbangan premium atau biasa yang menginginkan harga yang lebih rendah. Swtiching ini banyak dipengaruhi oleh turunnya daya beli konsumen penerbangan secara keseluruhan sebagai akibat krisis yang melanda Asia. 
Berikut ini adalah strategi air asia dalam menekan biaya sehingga harga tiket Air Asia dapat dibuat serendah mungkin. 

1.      Kelas Tunggal
Seperti maskapai penerbangan berbiaya rendah lainnya, AirAsia mengoperasikan layanan kelas tunggal tanpa embel-embel dan dengan harga yang jauh lebih rendah: penumpang tidak menerima makanan, hiburan, fasilitas (misalnya bantal atau tempat kosong), poin program loyalitas, atau akses ke lounge bandara. Pesawat AirAsia dirancang untuk meminimalkan keausan, waktu pembersihan dan biaya. Hal ini mengurangi biaya pembersihan dan pemeliharaan, waktu bongkar muat dan biaya, dan memungkinkan perputaran lebih cepat antara penerbangan, meningkatkan efisiensi proses (diferensiasi) dan memiliki biaya lebih rendah (keuntungan biaya).

2.      Pemanfaatan Pesawat Tinggi dan Operasi yang Efisien
Dibandingkan dengan maskapai lain, penggunaan pesawat dan staf AirAsia lebih efisien. Efisiensi dan utilisasi (tinggi) tersebut berarti bahwa biaya overhead dan biaya tetap yang terkait dengan pesawat terbang lebih rendah secara per penerbangan. Misalnya, konfigurasi tempat duduk untuk pesawat Boeing 737-300 AirAsia dimaksimalkan, memiliki 16 kursi lebih banyak daripada konfigurasi standar yang diadopsi oleh pesaing layanan penuh.

Selain itu, pesawat AirAsia (yaitu layanan point-to-point membuat penerbangan tidak lebih dari 4 jam, meminimalkan waktu penyelesaian), dan karyawan (didorong untuk melakukan banyak peran), digunakan secara lebih efektif dan intensif daripada pesaing. Misalnya, layanan point-to-point (pada tahun 2004) memungkinkan AirAsia mengoperasikan pesawatnya rata-rata sekitar 13 jam / hari. Saat itu 2,5 jam lebih efisien maka maskapai penerbangan full service, yang hanya berhasil menggunakan pesawat mereka rata-rata 10,5 jam / hari. Selanjutnya, waktu perputaran rata-rata untuk pesawat AirAsia lebih rendah (misalnya 25 menit), dibandingkan dengan maskapai penerbangan layanan penuh (misalnya 45-120 menit).

3.      Tipe Pesawat Tunggal
Mengoperasikan jenis pesawat terbang tunggal memungkinkan AirAsia memiliki penghematan biaya yang besar: perawatan disederhanakan (misalnya dibuat lebih murah), persediaan suku cadang diminimalkan, kebutuhan infrastruktur dan peralatan berkurang, kebutuhan staf dan pelatihan diturunkan (mudah untuk pengiriman pilot), dan syarat pembelian yang lebih baik bisa dinegosiasikan.
Misalnya, pembelian besar A-320s akan membuat AirAsia menjadi maskapai penerbangan berbiaya rendah yang relatif sedikit yang mengoperasikan pesawat ini. Dengan biaya bahan bakar hampir 50% dari total biaya operasi untuk maskapai ini, A-320s akan memberikan penghematan biaya penting untuk penggunaan bahan bakar lebih rendah sekitar 12%; meningkatkan profitabilitas perusahaan penerbangan.

4.      Biaya Tetap Rendah
AirAsia mencapai biaya tetap rendah melalui negosiasi yang berhasil untuk tingkat sewa rendah untuk pesawat terbangnya, suku bunga rendah untuk kontrak perawatan jangka panjangnya, dan biaya bandara yang rendah. Hal ini memungkinkan AirAsia mengurangi biaya overhead dan investasi peralatan secara substansial tanpa adanya layanan pinggiran.
Sebagai hasil dari negosiasi yang berhasil, biaya sewa kontrak AirAsia per pesawat menurun lebih dari 60% dari tahun 2001 sampai 2004. Biaya kontrak pemeliharaan pesawat juga dilaporkan jauh lebih rendah daripada maskapai penerbangan lainnya, memberi AirAsia keunggulan kompetitif, yang kemudian ditambah dengan armada mudanya. Selanjutnya, standar keselamatan dan pemeliharaan yang tinggi memungkinkan AirAsia untuk mendapatkan tarif yang sesuai dengan polis asuransinya.

5.      Biaya Distribusi Rendah
Dengan memanfaatkan teknologi informasi (yaitu menjadi maskapai penerbangan pertama di Asia Tenggara yang menggunakan e-ticketing, melewati agen perjalanan tradisional), AirAsia mencapai biaya distribusi rendah dengan menghilangkan kebutuhan akan sistem pemesanan / reservasi yang besar dan mahal, dan komisi agen. Ini menghemat biaya penerbitan tiket fisik (kira-kira US $ 10 per tiket).

6.      Meminimalkan Beban Personel
Karena porsi biaya yang tinggi adalah gaji dan tunjangan bagi karyawannya, AirAsia menerapkan peraturan kerja yang fleksibel, menyederhanakan fungsi administratif, yang memungkinkan karyawan untuk melakukan banyak peran dalam struktur organisasi yang sederhana dan datar. Memiliki karyawan yang melakukan banyak peran memungkinkan AirAsia untuk mempekerjakan lebih sedikit karyawan per pesawat (yaitu rasio 106 per pesawat versus 110 karyawan atau lebih untuk pesaing), menghemat biaya overhead dan memaksimalkan produktivitas karyawan, karena efisiensi proses ditingkatkan.

Karyawan AirAsia tidak tergabung, oleh karena itu kebijakan perumusannya berfokus pada memaksimalkan efisiensi dan produktivitas, sekaligus menjaga biaya staf pada tingkat yang sesuai dengan standar industri carrier murah. Meskipun gaji yang diberikan kepada karyawan berada di bawah pesaing, semua karyawan diberi berbagai insentif (yaitu bonus produktivitas dan kinerja berbasis, penawaran saham, dan opsi saham).

Sebagai tambahan, daripada skala gaji per jam untuk pilotnya, AirAsia mengadopsi kebijakan pembayaran sektor: pilot diberi insentif untuk meningkatkan efisiensi operasi penerbangan dengan menjaga penerbangan dan waktu operasi seminimal mungkin, dan untuk mencakup sebanyak mungkin sektor penerbangan dalam hari. Tidak adanya layanan in-flight memungkinkan maskapai penerbangan mengurangi jumlah awak kabin per lampu, menghemat biaya karyawan.

7.      Memaksimalkan Cakupan Media
Menjadi pemimpin di kalangan maskapai penerbangan hemat di Asia Tenggara, AirAsia mendapat liputan reguler dari media. AirAsia berhasil mempromosikan kesadaran merek tanpa menimbulkan biaya penjualan dan pemasaran yang tinggi: dalam semua penampilan medianya, Frenandes selalu tampil mengenakan topi bisbol AirAsia merah dan pernyataannya memperkuat posisi AirAsia untuk menawarkan harga rendah; membangkitkan perhatian media untuk maskapai ini.
Namun, AirAsia juga melakukan investasi besar bila diperlukan: sponsor utama AirAsia untuk Manchester United, melibatkan sponsor dan iklan global, dan mempromosikan merek tersebut di luar wilayah tersebut.

8.      Penggunaan Bandara Sekunder
AirAsia, seperti kebanyakan maskapai penerbangan low-cast lainnya, biasanya beroperasi di luar bandara sekunder yang memungkinkan AirAsia mengenakan tarif lebih rendah, karena biaya operasi lebih rendah: biaya pendaratan, parkir, dan ground handling lebih rendah, dengan lebih banyak slot untuk pendaratan dan pelepasan.

9.      Filosofi Biaya rendah
Untuk memperkuat struktur biaya rendah, AirAsia menanamkan budaya berbiaya rendah, menekankan pada penghindaran biaya. Misalnya, penekanan ditempatkan pada penghapusan hamparan yang dapat dihindari seperti biaya tag (walaupun biaya tag tag kurang dari US $ 0,05), mematikan lampu kabin pada waktu yang tepat, dan tidak terlalu panas dalam oven penerbangan. Langkah penghematan biaya tersebut memungkinkan AirAsia mencapai biaya per kursi rata-rata kilometer sebesar US $ 0,0213 (yang terendah untuk maskapai penerbangan manapun di dunia), dengan margin 38% (sebelum pajak, bunga, penyusutan, dan amortisasi) menjadi yang tertinggi di dunia pada tahun 2004.

Oleh karena itu, sebagai kesimpulan, dengan menghilangkan penyediaan layanan penerbangan dalam jumlah mahal, menerbangkan armada standar, menjual tiket ke penumpang, dan meminimalkan biaya tenaga kerja, fasilitas dan biaya overhead, AirAsia berhasil mencapai struktur biaya rendah yang sukses, yang memungkinkannya untuk mengenakan harga yang lebih rendah untuk mencapai beban penumpang tinggi, pangsa pasar, dan profitabilitas.


Referensi :
Hay, Soraya. 2014, ”Strategi Keunggulan Bersaing Pt Bank Bni Syariah Cabang Dharmawangsa Surabaya Dalam Meningkatkatkan Jumlah Nasabah”, Semarang: Digital Library UIN Sunan Ampel
Hunger, David dan Wheleen, Thomas. 2003, “Manajemen Strategis”, Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Jatmiko, RD, 2004, Manajemen Strategik, Edisi Pertama, UMM Press, Malang.
Zainul Arifin, “Strategi Unggulan”, Jurnal Administrasi Bisnis Vol 1, No.1 November 2010, Universitas Brawijaya




Anisa Intan Damayanti
21214286 

Friday 20 October 2017

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKUNTAN PUBLIK MENJAGA PROFESIONALITAS KERJANYA


Jasa akuntan publik merupakan jasa yang dibutuhkan oleh para pelaku bisnis ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pemakai laporan keuangan. Tujuannya adalah membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan melalui pelaksanaan audit yang dilakukan oleh akuntan publik. Oleh sebab itu, akuntan publik dituntut untuk bekerja secara profesional guna mencapai kebutuhan pemakai laporan keuangan.

Menurut Kode Etik Profesi Akuntan Publik, Prinsip perilaku profesional mewajibkan setiap Praktisi untuk mematuhi setiap ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku, serta menghindari setiap tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. Hal ini mencakup setiap tindakan yang dapat mengakibatkan terciptanya kesimpulan yang negatif oleh pihak ketiga yang rasional dan memiliki pengetahuan mengenai semua informasi yang relevan, yang dapat menurunkan reputasi profesi.

Alasan yang mendasari diperlukannya perilaku profesional pada setiap profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang diberikan profesi, terlepas dari yang dilakukan secara perorangan. Guna meningkatkan kepercayaan pemakai jasa profesi akuntan publik sebagaimana layaknya yang mereka harapkan, maka perlu adanya kode etik akuntan, termasuk kode etik bagi akuntan publik. Bagi akuntan publik, penting untuk meyakinkan klien dan pemakai laporan keuangan akan kualitas audit dan jasa lainnya. Oleh karena itu, ada dorongan kuat bagi Kantor Akuntan Publik untuk bertindak dengan profesionalisme yang tinggi.

Kode etik akuntan merupakan suatu sistem prinsip moral dan pelaksanaan aturan yang memberikan pedoman kepada akuntan dalam berhubungan dengan klien, masyarakat, dan akuntan lain sesama profesi. Akuntan publik sebagai pihak yang bebas dan tidak memihak (independen ) dalam melakukan pemeriksaan yang objektif atas laporan keuangan dan menyatakan pendapatnya atas kewajaran laporan keuangan, sangat diperlukan jasanya oleh masyarakat pengguna laporan keuangan. Dengan adanya kode etik, para akuntan publik dapat menentukan mana perilaku yang pantas (etis) ia lakukan dan mana yang tidak pantas ( tidak etis). Dengan demikian yang menjadi sasaran atau bahkan yang menjadi dasar pemikiran diciptakannya kode etik profesi adalah kepercayaan masyarakat terhadap kualitas atau mutu jasa yang diberikan oleh profesi akuntan tanpa memandang siapa individu yang melaksanakannya.

Dalam beberapa tahun terakhir, standar profesi dan kode etik profesi akuntan di dunia internasional mengalami perkembangan yang demikian cepat dan dinamis sebagai akibat dari globalisasi dunia usaha, meningkatnya transaksi korporasi lintas negara, serta tuntutan transparansi dan akutabilitas yang lebih besar atas penyajian laporan keuangan (terutama laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan publik atau perusahaan yang terkait dengan akuntabilitas publik). Perkembangan yang terjadi pada tatanan global tersebut juga ikut mempengaruhi perkembangan profesi akuntan publik di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Prinsip-Prinsip Dasar Etika Profesi

·         Prinsip Integritas

Setiap Praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan profesional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya.

Berdasarkan hasil analisis Danang dan Agus (2016), variabel menunjukkan bahwa integritas berpengaruh terhadap kualitas audit. Dapat dipahami bahwa kualitas audit dapat meningkat dengan adanya sikap integritas, karena integritas berkaitan dengan kejujuran, keberanian, sikap bijaksana, tanggung jawab. Apabila auditor memiliki sikap integritas maka auditor tersebut telah melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan etika. Sikap jujur auditor akan menunjukkan hasil audit yang sesuai, atau bukan merupakan rekayasa. Seorang auditor yang memegang prinsip integritas yang tinggi, akan lebih berperilaku etis, serta tidak dapat menerima kecuangan sehingga audit yang dihasilkan lebih dapat dipercaya kebenarannya.

 

·         Prinsip Objektivitas

Setiap Praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas, benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari pihak-pihak lain memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan bisnisnya.

Berdasarkan hasil analisis Danang dan Agus (2016), menunjukkan bahwa objektivitas berpengaruh terhadap kualitas audit. Dalam hal ini objektivitas yang dimiliki auditor akan menjadikan auditor bersikap jujur dan tidak mengkompromikan hasil audit dengan kepentingan beberapa pihak, sehingga audit menjadi lebih dapat dipercaya oleh semua pihak yang berkepentingan.

 

·         Prinsip Kompetensi serta Sikap Kecermatan dan Kehati-hatian Profesional

Setiap Praktisi wajib memelihara pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu tingkatan yang dipersyaratkan secara berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja dapat menerima jasa profesional yang diberikan secara kompeten berdasarkan perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan, dan metode pelaksanaan pekerjaan. Setiap Praktisi harus bertindak secara profesional dan sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam memberikan jasa profesionalnya.

Berdasarkan hasil analisis Danang dan Agus (2016), menunjukkan bahwa kompetensi berpengaruh terhadap kualitas audit. Hasil tersebut dapat dipahami bahwa untuk meningkatkan kualitas hasil audit, seorang auditor harus memiliki pengetahuan dan keahlian profesional untuk menjamin pemberian jasa profesional kompeten kepada kliennya. Kompetensi merupakan suatu keahlian yang dibutuhkan oleh auditor untuk melaksanakan audit dengan benar. Dalam melakukan audit, seorang auditor harus memiliki mutu personal yang baik, pengetahuan yang memadai serta keahlian khusus dibidangnya untuk menghasilkan kualitas audit yang berkualitas serta sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku.

 

·         Prinsip Kerahasiaan

Setiap Praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya, serta tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika terdapat kewajiban untuk mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lainnya yang berlaku. Informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan profesional dan hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh Praktisi untuk keuntungan pribadinya atau pihak ketiga.

 

·         Prinsip Perilaku Profesional

Setiap Praktisi wajib mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku dan harus menghindari semua tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi

Menurut penelitian Budi dan Zulfa (2014), Profesionalisme auditor berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas auditor. Artinya semakin tinggi profesionalisme auditor maka semakin baik kualitas audit yang dihasilkan. Dan profesionalisme auditor memberikan pengaruh atau perubahan yang berarti terhadap kualitas audit, apabila terjadi perubahan sedikit saja pada profesionalisme auditor maka akan terjadi perubahan yang berarti terhadap kualitas audit. Hal yang paling berpengaruh dalam profesionalisme auditor yaitu kebutuhan otonomi.

Selain prinsip dasar etika profesi, Menurut Hery dan Merrina (2007) ada empat elemen penting yang harus dimiliki oleh akuntan, yaitu: (1) keahlian dan pemahaman tentang standar akuntansi atau standar penyusunan laporan keuangan; (2) standar pemeriksaan/auditing; (3) etika profesi; dan (4) pemahaman terhadap lingkungan bisnis yang diaudit. Berdasarkan keempat elemen tersebut sangatlah jelas bahwa seorang akuntan publik, persyaratan utama yang harus dimiliki di antaranya adalah wajib memegang teguh aturan etika profesi yang berlaku.

Seorang auditor dalam membuat keputusan pasti menggunakan lebih dari satu pertimbangan rasional yang didasarkan pada pemahaman etika yang berlaku dan membuat suatu keputusan yang adil (fair) serta tindakan yang diambil itu harus mencerminkan kebenaran atau keadaan yang sebenarnya (sesuai dengan pendekatan standar moral). Setiap pertimbangan rasional ini mewakili kebutuhan akan suatu pertimbangan yang diharapkan dapat mengungkapkan kebenaran dari keputusan etis yang telah dibuat. Oleh karena itu, untuk mengukur tingkat pemahaman auditor atas pelaksanaan etika yang berlaku dan setiap keputusan yang dilakukan memerlukan suatu pengukuran.

Keputusan auditor dilakukan melalui bentuk pendapat (opinion) mengenai kewajaran laporan keuangan. Oleh karena itu, auditor memanfaatkan laporan audit atau produk auditing untuk mengkomunikasikan opininya terhadap laporan keuangan yang diperiksanya. Berdasarkan penelitian Hery dan Merinna (2007) ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan audit yaitu :

1.      Pemahaman etika profesi

Para auditor yang bekerja secara profesional telah memahami pelaksanaan etika profesi yang berlaku.

2.      Independensi, Integritas, dan Objektivitas

Independensi, Integritas, dan Objektivitas tidak berpengaruh signifikan positif terhadap pengambilan keputusan auditor.

3.      Standar Umum dan Prinsip Akuntansi

Standar Umum dan Prinsip Akuntansi mempengaruhi pengambilan keputusan auditor yang dapat dipertanggungjawabkan.

4.      Tanggungjawab kepada Klien

Tanggungjawab kepada Klien mempengaruhi pengambilan keputusan auditor yang dapat dipertanggungjawabkan.

5.      Tanggungjawab kepada Rekan Seprofesi

Tanggungjawab kepada Rekan Seprofesi cenderung mempengaruhi pengambilan keputusan auditor yang dapat dipertanggungjawabkan.

6.      Tanggungjawab dan Praktik Lain

Tanggungjawab dan Praktik Lain mempengaruhi pengambilan keputusan auditor yang dapat dipertanggungjawabkan.

Menurut Hery dan Merrina (2007) Akuntan yang profesional dalam menjalankan tugasnya memiliki pedoman-pedoman yang mengikat seperti Kode Etik Akuntan Indonesia sehingga dalam melaksanakan aktivitasnya akuntan publik memiliki arah yang jelas, dapat memberikan keputusan yang tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat dan pihak-pihak lain yang menggunakan hasil keputusan auditor.

Dalam melaksanakan tugas professionalnya, akuntan wajib mematuhi aturan etika yang tercermin dalam kode etik profesi. Kode etik akuntan telah mengatur hubungan antara akuntan terhadap kliennya, sehingga akuntan wajib memposisikan diri sebagai pihak yang independen. Ketika akuntan menemukan adanya fraud (kecurangan) oleh kliennya maka ia wajib mengungkapkannya sebagai bagian dari tugas profesionalnya. Pengungkapan adanya fraud yang dilakukan klien terasa sangat berat bagi akuntan karena kenyataannya akuntan dibayar oleh klien tersebut. Kenyataan inilah yang menjadi dilema etika bagi akuntan. Dengan memahami aturan etika secara benar maka diharapkan akuntan mampu menegakkan integritas, objektifitas dan independensi dalam tugas profesionalnya. Kasus Enron, WorldCom di Amerika dan kasus jual beli opini oleh auditor BPK di Indonesia harus menjadi pelajaran berharga dalam penerapan etika oleh akuntan pada saat penugasan profesional audit. Dengan tidak terulangnya kasus tersebut, diharapkan masyarakat tidak meragukan profesionalisme akuntan dalam melaksanakan tugasnya.

 

Referensi :

Danang Febri Prasetyo dan Agus Endro Suwarno (2016). Pengaruh Independensi, Kompetensi, Integritas, Objektivitas dan Pengalaman Kerja Terhadap Kualitas Audit (Studi pada Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah). Seminal Nasional dan The 3rd Call for Syariah Paper Accounting FEB UMS. ISSN : 2460-0784

Hery dan Merrina Agustiny (2007). Pengaruh Pelaksanaan Etika Profesi Terhadap Pengambilan Keputusan Akuntan Publik (Auditor). Jurnal Akuntan dan Manajemen Vol.18, No.3, Desember 2007. ISSN : 0853-1259

M. Budi Djatmiko dan M. Zulfa Hadi Rizkina (2014). Etika Profesi, Profesionalisme, Dan Kualitas Audit. STAR – Study & Accounting Research | Vol XI, No.2-2014. ISSN : 1693-4482

 

 

 

 

Anisa Intan Damayanti

21214286 (4EB27)

Universitas Gunadarma