Sunday, 25 January 2015

DAMPAK FLUKTUASI HARGA BBM BAGI PELAKU BISNIS


Masih dengan topik yang belum lama saya bahas juga dalam blog ini. Isu “BBM “ tentunya tidak akan adanya habisnya jika diperbincangkan, karena BBM merupakan salah satu organ penting dalam dunia bisnis. Tidak pernah dipungkiri, jika segala sektor bisnis bersinggungan dengan organ yang satu ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dimanapun dan bagaimanapun BBM melekat dalam setiap produk/jasa yang dibuat para pembisnis dalam melayani kebutuhan masyarakat.

Baru-baru ini dilansir oleh beberapa media massa di Indonesia terkait Pemerintahan Ir.Jokowi-JK yang memutuskan untuk melepaskan harga BBM kepada mekanisme pasar dan mencabut subsidinya. Ini berarti bahwa harga BBM akan berfluktuasi yaitu naik dan turun sesuai dengan harga minyak dunia. Dampaknya akan sangat luas terhadap para pelaku ekonomi.

Dalam artikel kali ini, saya akan berbagi sedikit analisis sederhana dampaknya fluktuasi harga BBM bagi jenis UMKM dan Perusahaan besar. UMKM yang saya maksudkan adalah pedagang makanan kecil, seperti penjual keliling, katering kecil, home industri kue kering dan sebagainya. Perusahaan besar yang saya gambarkan adalah manufaktur makanan instan kemasan.

Melihat dari jenis usaha UMKMnya, komponen utama pembuatan makanan tersebut adalah :
Bahan baku, bahan pembantu serta biaya overhead. Amat disayangkan, umumnya UMKM di Indonesia masih belum memasukan komponen biaya tenaga kerja/ upah yang mengerjakan. Hal ini yang bisa membuat pedagang seakan-akan untung padahal merugi, sebab waktu kerjanya tidak dihitung. PR bagi pemerintah untuk lebih mengajarkan sistem pembukuan/akuntansi bagi para UMKM, jadi bukan hanya disediakan modal tetapi diajarkan pula cara mengelola operasional, pemasaran dan keuangannya.

Kaitannya dengan BBM yang berfluktuasi adalah pada saat pembelian bahan pembuat makanan. Faktanya meskipun BBM non subsidi turun, tidak menyebabkan  harga-harga di pasaran turun. Inilah yang menjadi kendala bagi pelaku bisnis. Apalagi jika konsumen mengaikatkan BBM turun tetapi  harga makanannya tidak turun, atau porsinya tidak ditambahkan. Secara tidak langsung, pembicaraan ketidakpuasan konsumen akan berdampak bagi pemasukan si penjual. Seperti pada artikel saya sebelumnya, bahwa goodwill (dalam kasus ini pencitraan si penjual baik dalam segi produk maupun pelayanan) akan mempengaruhi besaran pendapatan yang akan dicapai.

Sama halnya bagi jenis Perusahaan besar, BBM yang berfluktuasi bagi industri manufaktur, jasa dan dagang dalam skala besar, akan mempengaruhi naik turunnya cost dalam pembeban HPP sebuah produk atau jasa. Dalam perusahaan besar, sistem akuntansinya pun  jelas sehingga besarnya selisih kenaikan akan jelas terlihat dalam laporan keuangan bulanan.

Yang menjadi masalah adalah penentuan harga pokok penjualan ke konsumen. Jika biasanya menggunakan margin tunggal, misalnya 5% dari HPP maka bisa jadi saat BBM naik, produk tersebut dijual dalam keadaan rugi. Jika turun berarti produsen selamat karena ada selisih lebih dalam marginnya.

Karena tidak mungkin harga BBM berfluktuasi, maka harga produk juga harus berfluktuasi. Semisal, harga BBM turun Rp1000 maka harga mie instan turun Rp100 atau harga BBM naik Rp2000 maka harga mie instan turun Rp200. Apalagi harga BBM akan berfluktuasi per 2 minggu. Oleh sebab itu, Perusahaan dapat menggunakan metode range margin (misalnya 5% - 8%). Dikondisikan sesuai dengan  harga BBM yang akan terjadi. Jika BBM naik diturunkan, dan jika BBM turun bisa dinaikan. Hal ini meminimalaisir kenaikan harga produk domestik sekaligus menjadi titik aman margin bagi Perusahaan.


Created by:
Anisa Intan Damayanti
1EB27
21214286

No comments:

Post a Comment