Thursday, 9 May 2019

Tax Amnesty


Pemerintah terus mengupayakan pembenahan kebijakan perpajakan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan penerimaan negara dan pertumbuhan perekonomian. Pemerintah juga memandang perlunya meningkatkan kesadaran dan kepatuhan masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dengan mengoptimalkan semua potensi sumber daya yang ada.  Oleh sebab itu, pemerintah melakukan reformasi perpajakan dengan menerbitkan kebijakan pengampunan pajak. Pengampunan pajak lebih dikenal dengan tax amnesty atau amnesti pajak.

Amnesti pajak adalah salah satu kebijakan yang digunakan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam proses pembangunan nasional. Pembangunan nasional diharapkan dapat dilaksanakan tanpa mengandalkan bantuan asing yang dominan dan lebih berfokus pada investasi dari kekayaan WNI yang tersedia.

Oleh karena itu, amnesti pajak membuka kesempatan kepada setiap wajib pajak untuk melaporkan harta yang selama ini belum tercantum dalam SPT PPh dengan membayar uang tebusan. Peluang tersebut akan menciptakan lapangan kerja yang baru. Aktivitas ekonomi yang dihasilkan dari repatriasi dana-dana milik WNI yang selama ini tersimpan di luar negeri, akan menaikkan daya beli masyarakat. Naiknya daya beli akan melahirkan munculnya subjek pajak dan objek pajak baru. Subjek  dapat berupa kembalinya dana-dana yang berada di luar negeri, sedangkan dari sisi objek pajak berupa penambahan jumlah wajib pajak.

            Menurut Undang-Undang No.11 Tahun 2016, pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

            Menurut Barry Larking dalam Tax Glossary tahun 2011 dalam Gunadi (2016:780) menyebutkan amnesty is ussually offered to taxpayers to give them the opportunity to disclose income or assests and previously unpaid taxes. It generally takes the form of reduced or no interest or penalties and freedom from prosecution. Amnesty may be aimed at stopping tax evasion, generating tax compliance and/or raising additional revenue.

            Pengampunan pajak adalah suatu kesempatan waktu yang terbatas pada kelompok pembayar pajak tertentu untuk membayar sejumlah tertentu dan dalam waktu tertentu berupa pengampunan kewajiban pajak (termasuk bunga dan denda) yang berkaitan dengan masa pajak sebelumnya atau periode tertentu tanpa takut hukuman pidana.

            Indonesia pernah melakukan tax amnesty dua kali yaitu tahun 1965 dan tahun 1984 berdasarkan Kepres No.26 Th 1984 tentang Tax Amnesty sebagai pelengkap pelaksanaan UU No.6 Th 1983 tentang KUP, UU No.7 Th 1983 tentang PPh dan UU No. 8 th 1983 tentang PPN dan PPn BM. Saat itu, Undang-Undang Pengampunan Pajak di Indonesia masih menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat, karena masih ada yang pro ataupun kontra terkait kebijakan tersebut. Pemerintah berdalih bahwa pengampunan pajak dianggap dapat meningkatkan pendapatan pajak pemerintah akibat selama ini efek dari penyimpanan kekayaan di luar negeri. Akan tetapi, relitanya bahwa pengampunan ini akan menimbulkan beberapa masalah. Dimulai dari pengkajian yang sangat singkat yang dilakukan oleh DPR RI mengenai Rancangan Undang-Undang Pengampunan Pajak, sistem perpajakan yang masih belum sesuai dan banyak yang harus diperbaiki, transparansi mengenai data perpajakan baik yang berhak diampuni ataupun pembayaran pajak di Indonesia, serta sistem keadilan. Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa kebijakan pengampunan pajak yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1964 dan 1984 belum tepat sasaran (Santoso dan Setiawan, 2009).

            Pada Juli 2016, pemerintah kembali menetapkan kebijakan pengampunan pajak. Pengampunan pajak resmi dilaksanakan sejak Undang-Undang No.11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak oleh Presiden Joko Widodo. Undang-Undang ini merupakan dasar hukum pelaksanaan kebijakan pengampunan pajak di Indonesia. Pemerintah berharap kebijakan pengampunan pajak dapat berjalan sukses sesuai dengan tujuannya.

            Adapun pengampunan pajak bertujuan untuk : mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi; mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi; dan meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan (Gunadi, 2016:785).

            Dalam jangka pendek, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak pada tahun diterimanya uang tebusan yang berguna bagi negara untuk membiayai program yang telah direncanakan. Dalam jangka panjang, negara akan mendapatkan penerimaan pajak dari tambahan aktivitas ekonomi yang berasal dari harta yang telah dialihkan dan diinvestasikan di dalam negeri.

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang No.11 Tahun 2016, kebijakan pengampunan pajak dilaksanakan dengan mempertimbangakan beberapa asas berikut :

1.        Asas kepastian hukum adalah pelaksanaan pengampunan pajak harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.

2.        Asas keadilan adalah pelaksanaan pengampunan pajak menjunjung tinggi keseimbangan hak dan kewajiban dari setiap pihak yang terlibat.

3.        Asas kemanfaatan adalah seluruh pengaturan kebijakan pengampunan pajak bermanfaat bagi kepentingan negara, bangsa, dan masyarakat, khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum.

4.        Asas kepentingan nasional adalah pelaksanaan pengampunan pajak mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat di atas kepentingan lainnya.

 

Pelaksanaan kebijakan pengampunan pajak dibagi dalam 3 periode. Periode pertama yaitu sejak 1 Juli 2016 sampai dengan 30 September 2016. Periode kedua dilaksanakan pada 1 Oktober sampai dengan 31 Desember 2016. Periode ketiga dilaksanakan pada 1 Januari 2017 sampai dengan 31 Maret 2017.

 

Subjek dan Objek Pengampunan Pajak

            Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang No.11 Tahun 2016, subjek dan objek pengampunan pajak adalah sebagai berikut :

1.      Subjek pengampunan pajak

Subjek pengampunan pajak adalah pihak yang mendapat fasilitas pengampunan pajak yaitu wajib pajak yang mempunyai kewajiban menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Subjek pengampunan pajak meliputi : badan, orang pribadi, pengusaha UMKM dan orang pribadi atau badan yang belum memiliki NPWP. Pengecualian subjek pengampunan pajak adalah wajib pajak yang sedang dilakukan penyidikan dan berkas penyidikannya telah dinyatakan lengkap oleh kejaksaan atau sedang dalam proses peradilan atau sedang menjalani hukuman pidana atas tindak pidana di bidang perpajakan.

 

2.      Objek pengampunan pajak

Objek pengampunan pajak adalah kewajiban perpajakan yang belum atau belum sepenuhnya diselesaikan oleh wajib pajak yang terepresentasikan dalam harta yang belum pernah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan terakhir. Kewajiban perpajakan meliputi kewajiban Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM). Selain pajak-pajak diatas bukan objek pengampunan pajak. pengampunan pajak diberikan kepada wajib pajak melalui pengungkapan harta yang dimilikinya dalam Surat Pernyataan.

 

Tarif dan Dasar Pengenaan Uang Tebusan

            Pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana di bidang perpajakan dengan cara mengungkap harta dan membayar uang tebusan. Uang tebusan adalah sejumlah uang yang dibayarkan ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan pajak. Besarnya uang tebusan dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan uang tebusan.

            Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang No.11 Tahun 2016, tarif uang tebusan dibedakan berdasarkan kategori. Adapun tarif tersebut adalah sebagai berikut :

1.        Tarif umum

Tarif Uang Tebusan Umum

Pengungkapan harta

Periode I

Periode II

Periode III

Berada di dalam negeri

2%

3%

5%

Berada di luar wilayah NKRI

4%

6%

10%

                Sumber : UU No.11 Tahun 2016

 

2.        Apabila wajib pajak mengalihkan dan menginvestasikan harta di luar negeri ke dalam negeri, maka dikenakan tarif sebagai berikut :

Tarif Uang Tebusan Repatriasi

Pengungkapan harta

Periode I

Periode II

Periode III

Tarif

2%

3%

5%

Batas waktu pengalihan harta

31 Desember 2016

31 Desember 2016

31 Maret 2016

Sumber : UU No.11 Tahun 2016

            Bentuk pengalihan harta dari luar negeri ke dalam negeri dapat dilakukan melalui beberapa sarana investasi. Harta tersebut diinvestasikan sekurang-kurangnya selama 3 tahun di Indonesia. Adapun bentuk sarana investasinya adalah sebagai berikut :

a.         Surat berharga negara Republik Indonesia

b.        Obligasi BUMN

c.         Obligasi lembaga pembiayaan milik pemerintah

d.        Investasi keuangan pada

e.         Obligasi perusahaan swasta yang diawasi OJK

f.         Investasi infrastruktur melalui kerja sama pemerintah dengan badan usaha

g.        Investasi sektor riil berdasarkan prioritas yang ditentukan oleh pemerintah

h.        Bentuk investasi lainnya yang sah sesuai Undang-Undang.

3.        Tarif uang tebusan bagi wajib pajak yang peredaran usahanya sampai dengan Rp4.800.000.000,00 pada tahun pajak terakhir.

 

Tarif Uang Tebusan bagi UMKM

Pengungkapan harta

≤ 10 M

> 10 M

Tarif

0,5%

2%

Batas waktu penyampaian Surat Pernyataan

31 Maret 2017

31 Maret 2017

Sumber : UU No.11 Tahun 2016

           

            Berdasarkan Undang-Undang No.11 Tahun 2016, dasar pengenaan uang tebusan dihitung berdasarkan nilai harta bersih yang belum atau belum seluruhnya dilaporkan dalam SPT PPh terakhir. Nilai harta bersih merupakan selisih antara nilai harta dikurangi nilai utang. Harta berupa kas dilaporkan sesuai nilai nominal. Harta selain kas dilaporkan sesuai harga wajar menurut wajib pajak sendiri. Harta berupa kas maupun selain kas harus dilaporkan dalam mata uang rupiah atau dirupiahkan dengan kurs Menteri Keuangan pada akhir tahun pajak terakhir.

            Utang yang dapat menjadi pengurang untuk menghitung nilai harta bersih adalah utang yang berkaitan langsung dengan perolehan harta. Besaran nilai utang yang dapat dikurangkan paling banyak adalah 75% dari harta tambahan untuk wajib pajak badan dan 50% dari harta tambahan untuk wajib pajak orang pribadi. Utang dimaksud harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum kebenaran dan keberadaannya. Cara pembuktian utang dimaksud antara lain terdapat pengakuan bermeterai oleh pemberi pinjaman atau terdapat dokumen pendukung dari bank.

 

Tata Cara Pengampunan Pajak

            Kebijakan pengampunan pajak  memiliki tagline “Ungkap, Tebus, Lega”.  Tagline tersebut mengambarkan prosedur pengampunan pajak secara sederhana. Ungkap adalah sebuah pernyataan dari wajib pajak untuk bersedia melaporkan seluruh kekayaan, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak mapun tidak bergerak, baik yang digunakan untuk usaha mapun bukan untuk usaha, yang berada di dalam atau diluar negeri, yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh terakhir. Tebus adalah pembayaran sejumlah uang ke kas negara untuk mendapatkan pengampunan pajak berupa pelepadan hak negara untuk menagih pajak yang seharusnya terutang dari pengungkapan kekayaan yang dilakukan oleh wajib pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak. Lega adalah perasaan yang nantinya akan menaungi wajib pajak manakala mereka telah memanfaatkan pengampunan pajak.

           

            Berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2016, tata cara pengajuan pengampunan pajak adalah sebagai berikut:

1.        Wajib pajak mencari penjelasan mengenai pengisian dan pemenuhan kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam Surat Pernyataan.

2.        Wajib pajak melengkapi dokumen-dokumen yang akan digunakan untuk mengajukan pengampunan pajak melalui Surat Pernyataan, termasuk membayar uang tebusan, melunasi tunggakan pajak, dan melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi wajib pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan.

3.        Wajib pajak menyampaikan Surat Pernyataan dan akan mendapatkan tanda terima Surat Pernyataan dari KPP.

4.        Menteri atau pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menerbitkan Surat Keterangan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterima Surat Pernyataan beserta lampirannya dan mengirimkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak kepada wajib pajak. Apabila setelah 10 (sepuluh) hari kerja belum menerbitkan Surat Keterangan, Surat Pernyataan dianggap diterima.

            Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu terhitung sejak Undang-Undang ini mulai berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2017 di mana Surat Pernyataan Kedua dan Ketiga dapat disampaikan sebelum atau setelah Surat Keterangan atas Surat Pernyataan sebelumnya dikeluarkan.

            Amnesti pajak ini tentunya akan berdampak pada pencatatan akuntansi wajib pajak. Bagi wajib pajak orang pribadi yang tidak menyelenggarakan pembukuan, hal ini tidak akan menjadi masalah. Namun bagi wajib pajak badan atau orang pribadi yang menyelenggarakan pembukuan diperlukan pencatatan akuntansi yang sesuai untuk menyajikan kekayaan yang dilaporkan dalam amnesti pajak ke dalam laporan keuangannya. Adapun aturan pencatatan akuntansi untuk amnesti pajak diatur dalam PSAK 70 tentang Aset dan Liabilitas Pengampunan Pajak. --akan saya bahas lebih lanjut pada postingan selanjutnya--.

 

Referensi :

Gunadi. 2016. Ketentuan Umum Perpajakan. Jakarta: Bee Media Indonesia.

Rinaldi, Dampak Tax Amnesty terhadap Laporan Keuangan dan Pengaruhnya kepada Nilai Perusahaan, Jurnal ADHUM Vol. VII No. 1, Januari 2017.

Republik Indonesia. 2016. Undang-Undang No.11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Sekretariat Negara. Jakarta

Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Sekretariat Negara RI. Jakarta.

Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Keuangan No.118/PMK.03/2016 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang No.11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Sekretariat Negara RI. Jakarta.

Santoso, Urip & Setiawan Justina, Tax amnesty dan Pelaksanaanya di Beberapa Negara : Perspektif Bagi Pebisnis Indonesia, Kopertis,Volume 11 No. 2, Juli 2009.

1 comment:


  1. mari gabung bersama kami di Aj0QQ*co
    BONUS CASHBACK 0.3% setiap senin
    BONUS REFERAL 20% seumur hidup.

    ReplyDelete