Tuesday, 25 November 2014

Opini Audit dalam Laporan Keuangan


 


Laporan keuangan adalah produk akhir dalam proses pembukuan/ akuntansi selama satu periode tertentu dalam suatu entitas. Laporan keuangan sangat dibutuhkan bagi pihak-pihak yang berpentingan, baik intern maupun ektern. Laporan keuangan perusahaan non-lembaga keuangan terdiri atas; laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan. Minimal perusahan harus memiliki laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan laporan perubahan modal agar pihak-pihak yang berkepentingan dapat jelas melihat gambaran usaha dari laporan keuangan tersebut.



Sedangkan Opini audit adalah produk akhir proses audit yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai auditor ekternal perusahaan. Audit atau pemeriksaan oleh KAP umumnya ditujukan untuk pemeriksaan kewajaran atas laporan keuangan. Apakah laporan keuangan yang dibuat oleh Perusahaan sudah sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia atau belum?


Opini audit ada 5 macam, yaitu;
·         Opini Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
·         Opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragraf Penjelasan (Modified Unqualified Opinion)
·         Opini Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
·         Opini Tidak Wajar (Adverse Opinion)
·         Opini Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer of opinion)


Saya tidak akan membahas mengenai spesifikasi masing-masing opini tersebut. Tetapi umumnya dari kelima jenis opini tersebut, masing-masing akan menjelaskan bagaimana keakuratan, kewajaran penyajian dan pengungkapan transaksi keuangan dalam satu entitas berdasarkan proses audit yang telah dilaksanakan oleh auditor independen.


Berdasarkan tujuan opini tersebut, penggunaannya sangat dibutuhkan bagi para pihak-pihak yang berkepentingan sebagai pendukung dari laporan keuangan. Fungsi dari laporan keuangan itu sendiri adalah sebagai sarana penyampaian informasi keuangan dan  kinerja Perusahaan. Sehingga pihak-pihak yang berkepentingan dapat menyusun perencanaan operasional perusahaan, megendalikan perusahaan serta membuat kebijakan atas tindakan dalam perusahaan. 
Keterlibatan pihak independen (dalam hal ini KAP) akan mengungkap secara real, bagaimana keadaan suatu entitas dari kacamata laporan keuangan tersebut.


Sebagai contoh, penggunaan opini audit dalam laporan keuangan adalah pembiayaan bank. Saat ini, Bank menjadikan opini audit dalam laporan keuangan sebagai persyaratan sebuah entitas jika ingin mendapatkan pembiayaan. Sebab, bagi Bank perlu adanya penilaian atas kewajaran keuangan suatu entitas dari pihak independen sebagai dasar bagi Bank untuk memutuskan besarnya pembiayaan yang akan diberikan.


Contoh selanjutnya adalah pelaporan pajak badan. Direktorat Jenderal Pajak memutuskan bahwa Perusahaan besar wajib menyampaikan laporan keuangan auditan sebagai dasar menghitung besarnya pajak yang harus dibayar. Mengapa demikian? Karena DJP lebih mempercayai pihak independen dalam mengungkap penyajian laporan keuangan suatu entitas. Auditor ekternal tentunya sudah menggunakan SPAP yang ter-update sebagai dasar mereka dalam memberikan opini. Degan begitu, DJP mengaharapkan pajak yang disetorkan oleh wajib pajak sesuai dengan kemampuan Perusahaan


Dari 2 contoh diatas dapat saya simpulkan bahwa, opini audit dalam laporan keuangan diperlukan sebagai pendukung fungsi laporan keuangan itu sendiri. Pihak-pihak yang berkepentingan membutuhkan analisa dari pihak independen untuk memantapkan pembuatan keputusan bisnis. Pemanfaatan pengungkapan laporan keuangan setelah audit pun akan lebih besar benefitnya bagi perusahaan, karena tentunya perusahaan akan lebih diakui kreadibilitas keuangannya dimata public.

Dengan demikian, perusahaan yang terlihat dengan opini baik akan mampu mengumpulkan banyak investor untuk melakukan ekspansi dan inovasi dalam membesarkan usahanya. Jika sudah begitu, para pihak akan mendapatkan hasil atas keberhasilan perusahaan tersebut, baik dari karyawan sampai dengan Pemegang saham sesuai dengan kapasistas lingkup keterlibatan masing-masing


opini audit menjadi faktor pembuat keputusan


Created by
Anisa Intan Damayanti
1 EB 27/ 21214286

Mengelola karyawan


 



Sumber Daya Manusia merupakan factor penting dalam pelaksaan kegiatan usaha suatu entitas. Tanpa SDM, kegiatan operasional Perusahaan tentunya tidak akan berjalan. Namun, bukan berarti tidak ada masalah dalam pemanfaatan SDM untuk mengoperasikan usaha. Jumlah SDM yang tidak sedikit dengan latar belakang situasi yang berbeda, akan menimbulkan banyak masalah dari SDM yang berdampak (secara langsung maupun tidak langsung)pada bisnis Perusahaan.



Keberhasilan suatu entitas tidak lipas dari SDM yang diberdayakan. Secara umum, jumlah SDM terbanyak dalam entitas adalah buruh/karyawan pelaksana dan staf manajemen. Dalam ruang kali ini, saya akan brbagi mengenai cara mengelola karyawan dengan baik.


1.    Tetapkan “standard of performance”
Teknik pertama adalah menetapkan “standard of performance”. Ini adalah standard minimum dimana seseorang dituntut harus mencapainya. Standard of performance, minimum harus memuat penetapan untuk parameter-parameter  penyelesaian proyek, tingkat produksi, tingkat penjualan, biaya, atau tingkat kualitas.
Jika manajemen tidak menetapkan parameter-parameter seperti di atas, sama saja dengan memberi kebebasan pada karyawan/staff dan seakan-akan memberi gambaran bahwa tanggung jawabnya hanyalah masuk kerja.

2.    Tetapkan target individual
Teknik kedua berhubungan dengan “standard of performance” , yaitu menetapkan target untuk masing-masing karyawan / staff. Target ini disetujui bersama untuk parameter-parameter yang sama ataupun penjabaran lebih jauh dari parameter yang telah ditetapkan sebagai standard of performance di atas. Target-target ini ditetapkan berdasarkan kompetensi aktual atau kompetensi yang diharapkan dari seorang karyawan.
Sebagai contoh, seorang sales trainee tidaklah diharapkan untuk menghasilkan tingkat penjualan seperti seorang sales senior. Akan tetapi bagaimanapun juga mereka diharapkan untuk menjual. Bila mereka tidak bisa melakukannya, maka mereka harus mempertimbangkan profesi yang lain.

3.    Lakukan hubungan timbal balik
Teknik ketiga adalah memberi feedback dan coaching untuk meningkatkan performance. Feedback haruslah dilakukan segera, saat standard yang sudah ditetapkan dilanggar ataupun target tidak tercapai. Feedback tersebut harus spesifik dan disampaikan dengan jelas ke penerima feedback.
Coaching dilakukan antara lain dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, menggunakan data independent dan mengutarakan kelemahan/kekurangan karyawan dengan jelas. Karyawan dapat juga diminta untuk secara jujur menilai performance diri mereka sendiri dan membandingkannya dengan tingkat performance yang ingin mereka capai. Selain itu, coaching juga harus menghasilkan komitmen dari karyawan/ staff anda mengenai hal apa yang mereka siap untuk berubah, support apa yang mereka butuhkan untuk melakukan perubahan tersebut, dan jangka waktu untuk melakukan perubahan dimaksud.

4.    Pemimpin yang  insistent
Selanjutnya attitude dari pemimpin yaitu bersifat insistent, berarti si pemimpin harus menuntut sebuah standard of performance yang minimal. Dengan menuntut sebuah standard minimal, batas antara yang dapat diterima dangan yang tidak dapat diterima menjadi jelas. Jika sang pemimpin bersifat insistent, maka para karyawan / staff akan mengatur sendiri perilakunya. Standard yang dituntut harus meliputi juga indikator performance bisnis, bukan hanya misalnya tingkat keamanan atau keselamatan saja.

5.    Pemimpin yang  persistent
Pemimpin juga harus bersifat persistent (memperhatikan perilaku karyawan dalam pencapaian targetnya). Jika pemimpin hanya menuntut pemenuhan standard bila sesuatu berjalan salah, atau karena sesuatu hal saat itu mereka sedang menjadi perhatian, maka karyawan akan menyadari bahwa sebenarnya tidak ada standard of performance. Mereka tidak akan mengatur perilaku mereka melebihi kepercayaan mereka sendiri tentang apa yang benar dan yang salah.

6.    Pemimpin yang consistent
Pemimpin juga harus consistent. Biarpun yang tidak mencapai target adalah mereka yang selama ini mempunyai performance yang baik, sang pemimpin tetaplah harus memberikan perlakuan yang sama. Di lain pihak jika ada karyawan yang selama ini performancenya buruk, telah melakukan perubahan dan berjuang memenuhi target dan memastikan tidak ada standard yang dilanggar, hal ini bukanlah alasan untuk melakukan “wild celebration” atau sebaliknya ketidakpedulian. Saat itulah waktunya untuk memberikan penghargaan yang sama yang selayaknya diberikan sang pemimpin bila ada karyawan yang menunjukkan perilaku seperti itu.

Memanage karyawan bukanlah hal mudah, karena mereka terdiri atas banyak karakter yang berbeda satu sama lain. Tekniknya bukan hanya berkaitan dengan perilaku mereka, tetapi juga berhubungan dengan perilaku sang pemimpin.

Memimpin orang untuk memberikan performance yang akan membuat sebuah entitas mencapai tujuannya, membutuhkan attitude yang benar dari seorang pemimpin. Dalam memanage performance dari karyawan/ staffnya, pemimpin tersebut haruslah bersifat insistent, persistent dan juga consistent.Pemimpin harus memberikan target yang tepat, yang akan membuat karyawan memberikan yang terbaik, dan kemudian memberikan feedback dan coaching apabila target tersebut tidak tercapai atau standard telah dilanggar.  

Jika pemimpin berhasil memange karyawannya, maka peluang keberhasilan usahanya juga akan semakin besar. Karena dalam membangun keberhasilan usaha, SDM adalah factor terpenting yang perlu diajak  bekerjasama.

Mengelola karyawan = Mempermudah keberhasilan usaha


Sumber: http://www.infopeluangusaha.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=1&artid=31

Anisa Intan Damayanti
1EB 27 / 21214286


Thursday, 20 November 2014

Sudahkah Anda buat Tax Planning untuk tahun 2015?




Perencanaan Perpajakan atau lebih dikenal Tax Planning merupakan salah satu bagian dari perencanaan keuangan. Tax Planning biasanya disusun bersamaan penyusunan RKAP (Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan), sesuai ketetapan  UU No. 40 Tahun 2007 tetang Perseroan Terbatas.

Di Indonesia istilah Tax Planning masih sangat awam bagi Perusahaan berskala kecil. Namun penerapannnya sudah banyak di Perusahaan besar, karena sistem manajemen keuangannya sudah lebih modern.

Tax Plannning adalah salah satu metode perencanaan keuangan di bidang perpajakan, dimana Perusahaan dapat mengatur berapa pajak yang ingin mereka bayar pada awal tahun. Misalnya, untuk mengetahui pajak tahun 2015, pada akhir Oktober 2014 Tax Planning sudah selesai dirumuskan.

Berbeda dengan manipulasi pajak, ini merupakan tindak pidana perpajakan karena perhitungan pajak akhir tahun diubah sesuai keinginan Perusahaan (umumnya dikecilkan). Misalnya, pada bulan Februari 2015 Perusahaan telah closing pembukuan dan mengetahui labanya, lalu Perusahaan menganggap laba terlalu besar. Kemudian Perusahaan membesarkan bebannya agar laba tersebut kecil sehingga pajaknya menjadi leih kecil, padahal bukti dari beban yang ditambahkan tidak valid (diada-adakan).

Di era modern ini, Perusahaan sudah tidak dapat menghindar dari pajak lagi. Dierektorat Jenderal Pajak sudah membuat peraturan yang sedemikian rupa untuk memaksimalkan pungutannya ke Wajib Pajak. Bahkan dengan adanya PP no.46 tahun 2013 lalu, Perusahaan UMKM menjadi sasaran utama PP tersebut. Dengan demikian, Tax Planning adalah strategi bagi Wajib Pajak untuk mengatur besar pajak yang akan dibayarkan tetapi tetap dengan cara yang tidak ketentuan yang berlaku.

Contoh Tax Planning antara lain “Beban Gaji”. Pada beberapa Perusahaan, jajaran Direksi dan Manajer tidak ingin gaji dan upahnya dipotong PPh Pasal 21 dan kebijakan Perusahaan memutuskan  untuk menanggung beban pajaknya. Jika dengan Tax Planning pajak tersebut akan dijadikan sebagai tunjangan pajak sehingga tidak akan dikoreksi fiscal akhir tahun.

Saat ini, Perusahaan tidak perlu sulit untuk menyusun Tax Planning, sudah banyak jasa konsultan pajak yang membantu Wajib Pajak dalam penyusunan perencanaan perpajakan ini. Memang tidak murah, tetapi dengan jasa mereka Perusahaan dapat menghemat anggarannya untuk pajak.

Selain itu, Perusahaan juga bisa menginvestasikan para pegawainya di bagian pajak untuk mengikuti kursus brevet C, seminar, atau diklat lainnya. Sudah banyak lembaga organisasi keuangan yang mengadakan kursus tersebut, misalnya  IAI dan IKPI. Dengan begitu, Perusahaan tidak akan ketergantungan dengan jasa konsultan pajak, karena pegawainya sudah ada yang bisa menyusun sendiri.

Mengingat pentingnya perencanaan perpajakan ini, seharusnya Perusahaan mulai menerapkan perencanaan tersebut. Penghematan anggaran pajak Perusahaan dapat dialihkan ke investasi Perusahaan lain atau menambah pembagian laba kepada Pemegang Saham.

Nah, bagi anda para manager Perusahaan atau pengusaha muda UMKM, sudahkah anda buat Tax Planning untuk tahun 2015?


 
Created by:
Anisa Intan Damayanti
1 EB27/ 21214286